Jakarta - Pada 2009, Dubyouth Soundsystem, duo electronic dengan personel Heru dan Memet menjadi pembuka Chinese Man, sebuah kolektif DJ asal Prancis. Pertemuan mereka akhirnya membuahkan undangan tur bagi Heru yang ditemani seorang pemain trombone bernama Yowie. Tur yang diberi nama “Racing with The Sun” itu dimulai pada 21 Juli di Vienne, Prancis dan berakhir pada 13 Agustus di Luxey, Prancis. Bersama Chinese Man, Heru total tampil sebanyak delapan kali. Berikut adalah catatan perjalanan Heru selama tur. Eksklusif dia
berikan untuk Rolling Stone Online.
France – Belgium Racing with the Sun Tour Diary Part 1 oleh Heru Wahyono.
Show # 1: Les Authentiks Festival ,Vienne (21 Juli).
Paginya, kami berkumpul di titik pertemuan yang sudah kami sepakati. Rombongan terdiri dari 1 road manager (William), 3 DJ (John, Sly dan Mateo), 1 Vj (Annatolle), 1 Lighting man (Simone), 1 Sound Engineer (Julian), 1 orang bagian merchandise (Suf), dan satu orang crew (Vince) yang merangkap sebagai driver juga. Setelah menempuh perjalanan selama kurang lebih 3 jam dengan 1 minibus dan 1 mobil dari Marseille (baca : Marsei) , akhirnya kami sampai di Vienne.
Venue-nya bernama Antic Theather, salah satu teater antik terbesar yang dimiliki Perancis. Bentuknya seperti arena dengan tribun, dan semuanya tersusun oleh batu yang rapi, entah bagaimana cara mereka membangun venue ini yang katanya sudah berusia ratusan tahun. Sound, lighting, monitor semuanya bisa dibilang super mantab! Kami pun melakukan soundcheck, plus sedikit latihan di atas panggung, semua berjalan lancar dan tak terlalu menyulitkan buat saya, karena tahun 2009 saya juga pernah membawakan beberapa lagu yang sama, di antaranya “I’ve got that tune” (lagu ini dipakai iklan oleh Mercedez Benz) dan “Skank in the air.”
Show dimulai pukul sebelas malam waktu setempat. Backstage dilengkapi dengan mini bar dan juga wi-fi membuat menunggu show tidak membosankan, selain itu kami juga berkenalan dengan musisi-musisi yang akan main di festival ini juga, ada Beat Torrent, sebuah kolektif DJ yang sempat menjuarai DMC World Champion, sebuah ajang kontes DJ internasional. Mereka memainkan berbagai musik elektronik, mulai dubstep sampai electro. Lalu ada Danakill, sebuah grup reggae asal Perancis.. Nah di sini, sangat kebetulan, road manager mereka ternyata keturunan Indonesia! Cirebon tepatnya. Saya kaget tiba-tiba ada orang menyapa ‘apa kabar, baik-baik saja?’ Nama dia John Baptiste. Waktu pentas semakin dekat, saya dan partner saya MC Taiwan sekali lagi menyempatkan pemanasan terakhir sebelum naik ke panggung. Kira-kira 30 - 45 menit waktu yang diberikan untuk mengganti setting panggung band sebelumnya, para kru dan personel Chinese Man bekerja cepat dibantu oleh beberapa kru dari pihak festival. Sementara, penonton menunggu dengan sabar, sembari menikmati berbagai makanan dan minuman yang tersedia di bar.
Walau tanpa persiapan yang berarti, kami berhasil membuat sekitar 5000 penonton menggila malam itu! Ditambah lagi dengan pertunjukan visual dari VJ Annatolle (yang kami beri nama baru ‘Anto Lele’) yang dikombinasi dengan komposisi maut dari anak-anak Chinese Man. Ditambah lagi permainan tata cahaya dari Simone, lighting man kami, komplit! Cukup memuaskan, walau belum maksimal.
Selesai main, seperti biasa, kami menuju ke booth merchandise untuk menemui para penggemar yang menginginkan tanda tangan sembari mereka berbelanja pernak-pernik Chinese Man. Ada Suf di divisi merchandise ini, selain itu dia juga menjadi pengemudi bis tur kami, bergantian dengan William, sang road manager. Oya, di sini seseorang tidak boleh menyetir bus sampai dengan lebih dari 4 jam, harus bergantian. Maka setiap menyewa bus, pasti diberi 2 pengemudi.
Selesai di booth merchandise. Kami bersama sama membereskan alat-alat masing masing dan siap untuk lanjut ke show berikutnya..ya, kami bahu membahu di tur ini, meskipun ada crew, kadang-kadang saya& Yowie pun ikut membantu beres beres. Hal seperti ini sudah sangat lumrah di kalangan band-band eropa. Ya, malam itu kami pulang ke hotel dengan perasaan cukup puas, tapi merasa masih punya PR untuk show berikutnya.
Show #2:La Plune Lune Festival Payzac (23 Juli)
La Plune Lune Festival (festival bulan purnama) di Payzac, konon para kaum hippies banyak membanjiri tempat ini saat musim panas. Dikelilingi oleh perbukitan hijau dan hutan-hutan kecil, sungai yang bening dan pemandangan indah, melewati jembatan-jembatan kuno dan sebuah kastil, saya tidak menduga bahwa ternyata di tengah-tengahnya ada festival besar dan ada kota kecil-nya. Lucunya, panggung kami bersebelahan dengan kawasan makam ala Eropa yang bentuk nisan-nya besar-besar, lengkap dengan gereja kuno-nya. Jadi kalau mau menuju ke green room, kami harus lewat tengah-tengah komplek makam tersebut. Awalnya memang seram, tapi begitu malam tiba, ternyata kawasan makam tersebut disulap sedemikian rupa dengan tata lampu, sehingga menjadi lebih mirip instalasi seni.
Seperti biasa, kami melakukan sound check dan sebagainya, tapi ada kendala kali ini.. angin bertiup sangat kencang plus debu beterbangan, sehingga ada kemungkinan untuk show malam itu, giant screen untuk VJ tidak dapat dipasang, para personel Chinese man sempat gusar karena panitia tidak memenuhi 100 persen riders mereka untuk memasang penutup di setiap sisi panggung. Mereka bilang, hal-hal seperti ini terjadi juga di Prancis, kadang panitia sudah menyanggupi di depan, tapi ternyata di hari H, mereka tdk menyediakan hal-hal detail yg diminta si band. Tapi hal ini sangat jarang terjadi.
Festival kali ini memang tidak sebesar di Vienne, tapi festival ini menyedot banyak massa di saat musim panas. Istirahat tidak berlangsung lama di hotel, kami bergegas menuju venue yang berjarak sekitar 20 menit dari hotel. Terlihat beberapa hippies bercampur dengan orang–orang yang berangkat menuju festival di sepanjang perjalanan menuju venue.
Band-band sebelum kami pun bermacam-macam, mulai dari irish folk ala The Pogues sampai sebuah band rock ala cabaret yang mengusung instalasi besar ke panggung, dipadu dengan semacam pertunjukan opera. Orang–orang terlihat berkerumun di bar menunggu band kesayangan mereka tampil. Di setiap festival kadang terlihat penampilan brass band (trompet, trombone, dll) berjalan di antara kerumunan orang-orang. Mereka semacam melakukan musical art performance sambil berjalan membentuk formasi, sembari mengajak orang-orang untuk berdansa. Unik.
Benar saja, seperti yang sudah diprediksi, malam itu Chinese man tidak bisa memasang layar video mereka, dikarenakan angin yang bertiup cukup kencang.. Tapi, lagi-lagi kami berhasil menggoyang kira-kira penonton di Payzac malam itu, bahkan penonton meminta encore di show malam itu. Chinese man pun memainkan salah satu remix dari album mereka yang belum dirilis, “Miss Chang” (dubstep remix). Baru kali itu saya mendengar musik dubstep dimainkan dengan tata suara yang begitu dahsyat, plus tata lampu yang mantap. Walau kurang maksimal tanpa pertunjukan video, tapi semua orang cukup puas malam itu.
Sesi latihan di Le Remorque
Setelah istirahat sehari, akhirnya kami semua dapat melakukan sesi latihan yang sesungguhnya agar lebih maksimal untuk show berikutnya. Kali ini, Yowie sang trombonis pun akhirnya mulai bergabung di formasi, wajahnya tegang karena belum tahu apa yang harus dilakukan. Latihan berlangsung di sebuah studio bernama Le Remorque, sebuah studio yang hampir berbentuk seperti kontainer, satu hari sewanya 200 Euro, senilai hampir Rp 2,5 juta. Chinese Man membawa semua peralatan dan tim mereka, termasuk penata lampu, VJ, sound engineer, bahkan sampai layar besar untuk video yang biasa untuk show pun dipasang di dalam studio latihan kali ini. Studio yang tadinya kosong pun terisi penuh oleh berbagai peralatan.
Kami berlatih dan berpikir keras hari itu, kadang diwarnai pertengkaran kecil dan tawa yang pecah ketika sebuah aransemen berhasil dibuat. Yowie pun sudah tidak canggung lagi ketika semua bagiannya sudah ketemu, bahkan beberapa kali dia mendapat pujian dari anak-anak Chinese man karena tiupan trombone-nya. Saya dan MC Taiwan pun saling berbagi part, dan pada akhirnya semua benar-benar siap untuk show berikutnya. Bukan hanya para pemain band-nya saja yang latihan, tapi sound engineer, penata lampu, VJ, semua ikut latihan. Seolah-olah sudah di panggung.
Show # 3: Les Voix Du Gaou, Gaou (28 Juli)
Les Voix Du Gaou (The Voice of Gaou) merupakan show kami yang ketiga bagi saya dan Yowie tepatnya, karena Chinese Man sudah jalan tur secara sporadis dari bulan April 2011. Ini merupakan salah show paling besar buat saya, karena beberapa hari sebelumnya di panggung ini pula, salah satu penyanyi favorit saya, Jack Johnson tampil. Walau belakangan saya diberi tahu bahwa Jack Johnson batal tampil dikarenakan kencangnya angin yang bertiup. Gaou merupakan daerah pantai, dan padat sekali saat musim panas. Hal ini kami lihat sepanjang perjalanan menuju venue, suasananya malah lebih terlihat seperti pasar.
Lagi-lagi, angin bertiup kencang hari itu, bahkan lebih kencang daripada waktu show kami di Payzac, sampai-sampai susunan speaker yang digantung bergoyang-goyang dan tentu saja ancaman lagi buat pemasangan layar video, bahkan kemungkinan terparah adalah batalnya show kami malam itu, tapi seperti biasa, kami selalu meyakinkan satu sama lainnya dan berusaha untuk optimis.
Di festival kali ini kami tidak sempat kembali hotel, kami menunggu selama beberapa jam di venue, dan sempat menyaksikan beberapa grup musik sebelum kami main..salah satunya adalah Scratch Bandits Crew, yang juga merupakan kolektif turntablist DJ, sekaligus salah satu grup yang ber-kolaborasi dengan Chinese Man di album terbaru mereka. Ya, ada beberapa nama besar di rangkaian festival Les Voix Du Gaou ini, diantaranya : Jimmy Cliff, Jamiroquai, Jack Johnson, Selah Sue, John Holt, Andrew Tosh dan beberapa artis Eropa besar lain.
Show malam itu lancar, dan sekitar 5000 orang bergoyang mengikuti irama yang kami luncurkan, dan apa yang ditakutkan sang VJ terjadi, dia tidak bisa ikut tampil malam itu karena angin kencang yg bertiup tidak memungkinkan untuk memasang big screen. Sebagai gantinya, Annatolle (VJ) menjadi seksi dokumentasi dan malah ikut bergoyang menikmati pertunjukan. Lagi-lagi penonton minta encore malam itu.
Show # 4: Le Pont Du Rock, Malestroit (30 Juli)
Setelah sempat berhenti menginap semalam di kota Bourg, karena perjalanan yg cukup jauh dari Gaou, akhirnya kami sampai di Malestroit. Sebenarnya Au Pont Du Rock ini adalah sebuah Festival Rock yg cukup besar di Perancis, jadi kami berbangga bahwa Chinese Man bisa menyelip di antara band-band cadas yg mengisi festival tersebut. Band-band yang pernah mengisi acara ini di antaranya ; Bad Religion, Buzzcocks, The Toydolls dan juga beberapa band rock ternama di Prancis. Jumlah penonton malam itu adalah terbanyak sepanjang rangkaian tur saya selama di Prancis: 15 ribu orang!
Malam itu kami main sekitar pukul 2.45 dinihari, sebenarnya kami agak kecewa dengan jadwal yang diberikan, mengingat kami cukup lelah dengan perjalanan ke Malestroit dari Gaou, dan juga ada prediksi bahwa nantinya akan banyak penonton yang sudah terlalu banyak minum, dan tidak akan begitu mempedulikan konsep yang kami sajikan. Tapi yang membuat kami lega adalah, malam itu cerah, tiada angin, dan tentu saja kami bisa memasang giant screen untuk visual show. Memang, pertunjukkan Chinese Man yang sebenarnya adalah pertunjukan musik dan visual, itulah yang membedakan mereka dengan show kolektif DJ lainnya di Perancis. Show malam itu cukup heboh dan sukses, hanya saja bagi kami, mood sudah agak menurun karena jadwal yang terlalu larut. Oya, malam itu saya juga bertemu dengan seorang Indonesia yang sudah 7 tahun di Prancis, dia sudah menikah dengan seorang pria Perancis. Betapa senangnya dia ketika saya mengucapkan beberapa kalimat bahasa Jawa, ada semacam haru di balik kata-katanya. Jadi kangen pulang ke Indonesia katanya.
France – Belgium ‘Racing with the Sun’ Tour Diary Part 2 oleh Yowie
Show # 5: EcausSysstEmE, Gignac (5 Agustus)
Disambut kira-kira 3000 penonton, show dimulai tepat pukul 23.30 seperti yang tertera dalam jadwal. Sorak sorai penonton yang memang sangat menunggu-nunggu Chinese Man terdengar membahana, tapi sayang beberapa penonton membuat insiden kecil. Terlihat ada satu dua penonton yang iseng melempar benda-benda keatas panggung seperti kertas dan gelas plastik. Sebenarnya, mereka hanya murni iseng. Tapi, teman-teman saya benar-benar marah dengan kejadian tersebut, dan setelah selesai show mereka berkali-kali meminta maaf kepada Heru dan saya atas kejadian tersebut dan kami pun berkali-kali bilang bahwa itu bukan apa-apa bagi kami. Kami menjelaskan hal-hal seperti itu sudah pernah kami alami di Indonesia, ketika Heru bilang bahwa dia pernah dilempar balok kayu oleh seseorang penonton (untung tidak kena) ketika show bersama Shaggydog.
Show # 6: Chinea a Plumes, Langres (6 Agustus)
Kendaraan kami mogok di jalan dan kami harus mengalami beberapa cobaan termasuk makan siang di toilet karena hujan turun. Dengan mobil van jemputan panitia, hujan rintik-rintik mengiringi kami hingga venue, jalan yang basah dan berlumpur sangat menyulitkan kami menuju green room.
Hujan yang tak kunjung henti sempat menyurutkan semangat kami, namun kami tetap optimis konser bakal sukses. Di luar terdengar salah satu grup rock dengan beberapa cellist yang bernama Apocalyptica sedang manggung dan dalam jadwal, Chinese Man akan tampil setelah mereka. William pun segera menghampiri dan menginstruksikan kalau sebentar lagi kita akan linecheck, dan setelah itu kami akan langsung memulai show karena waktu memang tidak banyak.
Tampaknya antusiasme penonton memang sangat besar. Saat kami melakukan linecheck ,para penonton pun sudah bersorak sorai layaknya sebuah show. Kira-kira lima ribu penonton yang terlihat padat dari atas panggung memang sangat membakar mood yang tadi sempat mengendor karena beberapa masalah yang kami alami. Seperti mendapatkan ganjaran, para penonton tak henti-hentinya bersorak menyambut lagu demi lagu yang kita bawakan malam itu, sehingga membuat waktu yang diberikan panitia terasa sangat singkat. Kami sangat puas dengan show tersebut, John dan yang lainnya pun sangat puas dan tak henti-hentinya meluapkan perasaan puasakan show tersebut karena kami memang tampil all out.
Bahkan, bagi kami, ini adalah show terbagus, sepanjang rangkaian tur kami di Prancis bersama Chinese Man. Semua masalah yang kami alami hari itu, justru membakar semangat kami untuk memberi yang terbaik bagi penonton.
Show # 7: Esperanzah, Namur, Belgia (7 Agustus)
Sesampainya di Namur, Belgia, tampak para pengunjung festival Esperanzah datang berbondong-bondong memadati besarnya tempat festival yang menyerupai sebuah kerajaan, lengkap dengan bangunan kastil. Antusiasme penonton pada malam itu tidak kalah serunya dengan show sebelumnya di Langres. Panitia memberikan bir lokal khas Namur, yang uniknya, diproduksi oleh para biarawan di wilayah itu. Lumayan keras, memang Belgia terkenal sebagai produsen bir dengan kadar alkohol lebih tinggi, semakin pahit bir-nya, berarti kadar alkoholnya juga tinggi.
Walau kami berasal dari negara yang berbeda (Perancis) namun para penonton sangat antusias sekali, ternyata fans Chinese man banyak yang sudah menunggu di sini. Saat linecheck pun penonton sudah mulai bersorak-sorak tak sabar menunggu show segera dimulai dan sedikit demi sedikit penonton mulai merapat karena sebentar lagi show memang akan segera dimulai. Pesta kembang api yang sangat sangat meriah dilangsungkan sebelum Chinese man memulai show, indah sekali, apalagi dipadu dengan pemandangan kuil biarawan yang terkena kilatan cahaya dari kembang api.
Dari atas panggung terlihat hampir 5000 penonton memadati area menandakan meriahnya show pada malam itu. Lagu demi lagu kami hajar tanpa ampun, diiringi sorak-sorai penonton yang semakin panas. Tak lama setelah itu hujan deras mengguyur area, tapi tak menyurutkan semangat para penonton yang memang datang untuk Chinese Man. Ada salah satu penonton yang membentangkan t-shirt bertuliskan ‘I Dont Like Sarkozy.’ ami semua tersenyum dari atas panggung.
Show # 8: Musicalarue, Luxey (13 Agustus)
Tempatnya unik, besar dan ada beberapa panggung lainnya, ada kira-kira 6 atau 7 venue. Beberapa artis dengan berbagai genre aku lihat tertata rapi dalam sebuah kertas jadwal. Apresiasi para penonton tinggi, mereka mampu menerima hal baru dengan cepat dan perlahan-lahan mulai menikmati pertunjukkan, karena di sinilah keunikan Chinese Man: dengan 3 DJ, 1 VJ, 2 MC, trombone, dipadu lighting dan sound engineer yang mengerti betul musik yang sedang dia tangani, benar – benar menghasilkan suatu pertunjukan yang sangat sangat membius.
Lagu demi lagu berasa berlangsung sangat cepat karena memang kami juga menikmatinya. Sedikit trouble pada monitor tidak menyurutkan kami, dan kamipun berusaha menjaga mood agar show terakhir ini sukses. Seperti biasa, di setiap penghujung, penonton selalu menagih encore, maka dimainkanlah lagi salah satu lagu, yang merupakan materi yang belum dirilis dari album remix mereka yang akan datang, Miss Chang. Bayangkan, bagaimana sebuah lagu berirama dubstep yang kaya akan level low/bass dibunyikan dari beberapa speaker 100 ribu watts, dipadu lighting dan visual.
Dari tur ini, kami jadi tahu banyak hal. Kami jadi tahu betapa pemerintah Prancis begitu peduli terhadap seniman/musisi dengan memberi mereka tunjangan setiap sepuluh bulan, sebagai penghargaan terhadap profesi dan dianggap aset negara. Bagaimana arti sebenarnya dari sebuah kerja keras sebuah tim, saling bersinergi untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Dan, tentu saja, arti ketepatan waktu.
Sumber : rollingstone.co.id
No comments:
Post a Comment
Ucapkan Rasa tentang itu...